Category Archives: Structure Engineering

Belanda Pun Membendung Laut

Netherlands Water Partnership / Kompas Images
Maeslantkering yang dibangun di muara Nieuwe Waterweg, yaitu kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam.
Sabtu, 29 November 2008 | 10:32 WIB

Oleh Ahmad Arif

Zeeland, provinsi di ujung selatan Belanda, 1 Februari 1953. Musim dingin masih berlangsung ketika malam itu Laut Utara mengamuk dan mengirim badai. Gelombang setinggi 30 meter mengempas pantai, menghancurkan tanggul-tanggul. Air yang hampir membeku menerjang kota, menewaskan 1.835 orang dan memaksa 110.000 warga mengungsi.

Di tanah yang sama, 55 tahun kemudian. Laut Utara masih sesekali mengirim badai. Daratan di Belanda bagian selatan itu masih tetap lebih rendah daripada laut. Bahkan, perbedaan ketinggian muka daratan dibandingkan laut terus bertambah sebagai dampak pemanasan global. Tetapi, jumlah warga yang tinggal di Zeeland makin banyak.

”Warga merasa aman tinggal di kawasan itu. Proyek Delta Plan telah membentengi daratan dari ancaman Laut Utara,” kata Roy Neijland, Project Officer Netherlands Water Partnership (NWP).

Roy tidak membual. Setelah bencana banjir besar tahun 1953 itu, Belanda berjuang keras memenangi pertarungan melawan alam. Tiga belas bendungan raksasa dibangun secara bertahap selama 39 tahun. Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Kemudian dibangun bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelde Stormvloedkering), yang panjangnya hampir mencapai 11 kilometer. Bendungan ini membentengi seluruh daratan Zeeland yang langsung berhadapan dengan bagian Laut Utara.

Dan, bendungan terakhir yang selesai dibangun adalah The Maeslantkering pada 1997. Siang itu matahari terik. Tetapi, suhu yang mencapai 10 derajat celsius pada pertengahan Oktober 2008 mengirim angin yang mencipta gigil. Saya mengerut, baik oleh karena gigil angin maupun karena ketakjuban saat melihat konstruksi Maeslantkering yang dicipta untuk mengantisipasi bencana.

Maeslantkering dibangun di muara Nieuwe Waterweg, yaitu kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam. Tanggul ini terdiri dari dua bagian lengan yang masing-masing panjangnya 300 meter. Jika diberdirikan, satu lengan setara dengan ketinggian menara Eiffle di Perancis.

Kedua lengan raksasa Maeslantkering ini bisa dibuka-tutup. Komputer secara otomatis akan menutup gerbang ini jika terjadi badai dari Laut Utara mencapai ketinggian di atas tiga meter. Sejak dibangun, dam ini hanya ditutup sekali pada 8 November 2007. Selebihnya, dam ini menjadi obyek wisata dan pendidikan. Tetapi, lebih dari itu, konstruksi ini adalah bukti keseriusan negara dalam memberi rasa aman kepada warganya.

”Air merupakan bagian dari budaya kami. Dan, kami tidak boleh kalah darinya. Air yang bisa memicu banjir harus bisa dikendalikan dan juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih,” ungkap Roy Neijland.

Roy seperti mewakili tekad warga Belanda dalam menyiasati alam, yang sebenarnya tak terlalu bersahabat terhadap mereka karena sepertiga daratan di Belanda lebih rendah dari muka air laut.

Manajemen bencana

Jika Belanda berhasil membendung laut untuk mengatasi bencana, Indonesia seakan tak berdaya menghadapi bencana yang datang bertubi-tubi. Sebut misalnya banjir pasang di pantai utara Jakarta yang rutin datangnya, banjir tahunan yang melanda sejumlah kawasan di Indonesia, terutama di Jakarta, juga tak teratasi, hingga banjir lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, yang berlarut-larut tanpa kepastian penanganan.

Bahkan, tsunami yang melanda Aceh dan berpotensi terjadi di daerah lain di Indonesia pun masih disikapi setengah hati. Di Aceh, rumah-rumah tetap dibangun di tempat yang sama yang dulu pernah disapu tsunami tanpa ada penghalang untuk menghadapi laut yang sewaktu-waktu mengancam.

”Di Indonesia, nyawa rakyat seakan tak begitu berharga,” kata Amien Widodo, ahli manajemen bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang ditemui di Surabaya, beberapa waktu lalu.

Amien geram melihat pemerintah yang lamban memindahkan warga Desa Siring Barat, Kecamatan Porong, Sidoarjo, yang sudah dua tahun hidup di daerah rawan bencana. Ribuan warga di Siring Barat selama dua tahun lebih harus hidup menghirup udara beracun dan ancaman amblesnya tanah karena penurunan muka tanah yang nyata.

Menurut Amien, sebagai negara yang rawan bencana, Indonesia tidak memiliki kepekaan untuk mengelola lingkungan. Padahal, kunci untuk mengurangi dampak bencana adalah dengan melakukan mitigasi bencana.

”Antisipasi pemetaan risiko semestinya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Analisa risiko dibuat untuk menggambarkan bencana dan kemungkinan peristiwa susulan,” ujar Amien.

Analisis risiko juga akan menghasilkan kejelasan tugas tiap-tiap pihak jika dampak terus meluas, termasuk prosedur yang harus disiapkan untuk kondisi darurat.

Alam sebenarnya bukan masalah. Tetapi, manusia mesti belajar beradaptasi dengan alam. Dalam hal ini, Belanda adalah contoh negara yang gigih menghadapi tantangan alamnya.

Air adalah problem bagi seluruh Belanda. Nama Netherlands pun sejatinya berasal dari kata Belanda ”neder” yang berarti rendah dan ”land” yang berarti tanah. Karena itu, mereka sudah sejak lama berjuang melawan laut yang terus merangsek ke daratan.

Bendungan pertama dibangun Belanda seribu tahun lalu, danau-danau dikeringkan, polder dibuat, dan ketinggian air dikontrol agar daratan Belanda tetap mengapung. Sebagian dana untuk mengapungkan daratan Belanda itu disedot dari sumber daya alam Nusantara yang dibawa VOC (Perhimpunan Dagang Hindia Belanda) pada abad ke-17 sampai ke-19.

Belanda terus berjuang melawan air hingga kini. ”Saat ini kami berjuang melawan kenaikan muka lautan yang terus bertambah akibat pemanasan global. Kami terus beradaptasi,” ungkap Roy Neijland.

Melalui Komisi Delta, yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda, negara ini merancang langkah-langkah teknis guna menghadapi tantangan baru berupa naiknya muka lautan. Program Delta hingga 2050 membutuhkan dana sebesar 1,2 miliar euro sampai 1,6 miliar euro per tahun.

Menurut Roy, salah satu kunci dari penanganan bencana yang diakibatkan air di Belanda adalah konsistensi perencanaan dan keinginan untuk terus mencari solusi terbaik dengan melibatkan semua pihak. Masterplan yang dibuat diaplikasikan. Para ahli dan praktisi diundang untuk mengikuti sayembara guna mencari solusi konstruksi terbaik. Dam Maeslantkering juga dibuat dari desain pemenang sayembara.

Di Indonesia, untuk membuat proyek pengendalian kanal banjir di Jakarta yang sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda pun terseok-seok dan belum selesai hingga sekarang. Sampai kapan kita mau belajar terhadap bencana yang datang bertubi-tubi?

Sumber : Kompas Cetak

Leave a comment

Filed under Structure Engineering

Terowongan Bawah Tanah di China Ambruk, 3 Tewas

Disadur dari kompas.com

DOKUMEN CHINA DAILY
Lokasi terowongan yang ambruk di kota Hangzhou, China timur, Sabtu (15/11).
Minggu, 16 November 2008 | 13:20 WIB

BEIJING, MINGGU — Sebuah terowongan bawah tanah selebar 75 meter yang masih dalam pembangunan di Hangzhou, China bagian timur, ambruk, Sabtu (16/11). Akibatnya, tiga orang tewas dan 17 orang lainnya yang diduga para pekerja konstruksi dinyatakan hilang akibat terperangkap di reruntuhan.

Reruntuhan jembatan ini juga telah menciptakan sebuah kawah besar dan menyebabkan lebih dari 10 kendaraan terjungkal ke dalamnya. Menurut kantor berita China, Xinhua, hingga kini tim penyelamat terus memompa keluar air yang merembes ke dalam kawah tersebut. “Kecil kemungkinan para pekerja yang terjebak dapat bertahan akibat air yang menggenangi kawah,” ujar Wang Guangrong, juru bicara tim penyelamat, Minggu (16/11), seperti yang dilansir Xinhua.

Wang mengatakan, tim penyelamat telah mengangkat kendaraan yang terperangkap ke dalam kawah, semua pengendara dan penumpang selamat.

Menurut Xinhua, saat ini pihak berwenang tidak segera mencari tahu kemungkinan ambruknya bagian terowongan bawah tanah lainnya. Sementara itu, pemerintah provinsi memerintahkan penundaan pembangunan proyek tersebut.

Terowongan yang ambruk ini merupakan bagian dari proyek pembangunan terowongan bawah tanah sepanjang 68,8 kilometer. Proyek yang dimulai sejak Maret 2007 ini menelan dana sekitar 5,1 miliar dollar AS dan direncanakan selesai pada 2011.

Leave a comment

Filed under Structure Engineering

Jembatan Calau Ambruk Karena Overload

Taken from news.okezone.com

Jembatan Calau Ambruk Karena Overload

(Senin, 18 Agustus 2008 – 02:49 wib Rus Akbar – Okezone)

PADANG – Jembatan Calau yang malam tadi ambruk, disinyalir karena kelebihan daya tampung (overload). Pasalnya, sebelum ambruk, puluhan orang nampak hilir mudik di jembatan tersebut.

“Kejadian ini karena jembatan overload. Pengawas sulit memberitahu pengunjung karena jumlahnya terlalu banyak,” ujar Wakil Bupati Sijunjung, Yus Arifin kepada wartawan di TKP, Senin ( 18/8/2008 ) dini hari.

Dia menerangkan, rombongan yang tertimpa musibah ini adalah jemaah Satariyah yang hendak berziarah ke makam Syech Abdul Wahab. Bahkan, kata dia, rombongan juga sempat mengikuti upacara penurunan bendera di Kantor Pemkab Sijunjung yang haya berjarak 200 meter dari TKP.

“Kabar yang saya terima, jumlah peziarah mencapai 599 orang. Mereka saling bergantian melewati jembatan Calau. Karena jumlah yang melintas begitu banyak, jembatan pun putus dan mereka jatuh ke sungai,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan okezone sebelumnya, peristiwa ini telah memakan korban sebanyak tiga orang. Mereka adalah Rohanah (82), Nibar (60), dan Nurbaiti (72). Selain itu, sebanyak 10 orang juga mengalami luka berat dan masih menjalani perawatan.

(teb)

Leave a comment

Filed under Structure Engineering

Jembatan Ambruk di Padang, 3 Tewas & Puluhan Luka

News and photograph were taken from news.okezone.com

(foto:(ilst) altamaha.com)

Jembatan Ambruk di Padang, 3 Tewas & Puluhan Luka

(Minggu, 17 Agustus 2008 – 19:30 wib Rus Akbar – Okezone)

PADANGSedikitnya 51 orang menjadi korban ambruknya jembatan kawat di dekat Kantor Bupati Sijunjung Sumatra Barat Minggu ( 17/8/2008 ) pukul 19.30 WIB.

Dilaporkan tiga orang tewas sementara puluhan lainnya menderita luka-luka. Menurut Delvi (29) seorang saksi mata, ambruknya jembatan itu terjadi ketika puluhan orang berada di atas jembatan saat perjalanan pulang usai melakukan ziarah.

Jembatan yang sudah karatan itu ambrol dan menumpahkan semua yang berada di atasnya ke dasar sungai, yang berada di bawahnya.

Korban tewas disebutkan menderita luka parah karena jatuh menghantam batu kali.

Saat ini warga masih melakukan evakuasi. Korban langsung dilarikan ke RSUD Sijunjung Sumatra Barat. Belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian atas peristiwa ini. (fit)

Leave a comment

Filed under Structure Engineering

Quicky Assembled Bamboo Bridge, Strong Enough For Trucks, Opens In China

Taken from http://www.sciencedaily.com

ScienceDaily (Dec. 18, 2007) — USC professor’s sustainable design is the first of its kind: 10-meter span in Hunan province was assembled in days without heavy equipment and easily carries 8-ton vehicles.

In China bamboo is used for furniture, artwork, building scaffolding, panels for concrete casting and now, truck bridges.

Yan Xiao, a professor at the University of Southern California Viterbi School of Engineering is the designer of a new span in the village of Leiyang, Hunan Province, which formally opens for traffic December 12.

Made from pre-fabricated structural elements, the bridge was erected within a week by a team of eight workers without heavy construction equipment. While traffic on the Leiyang bridge will be limited to the 8-ton design capacity, preliminary tests on a duplicate bridge erected on the campus of Hunan University have shown much higher strength — tests are continuing.

The new bridge is the latest installment in research on structural bamboo being carried on by Xiao, who in addition to his appointment at the USC Sonny Astani Department of Civil and Enviornmental Engineering holds an appointment at the College of Civil Engineering of the Hunan University, China.

Last year, Xiao demonstrated a high capacity bamboo footbridge, which was a featured attraction at a recent conference organized by Xioa in Changsha, China.

Prof. Xiao expects his modern bamboo bridge technology to be widely used in pedestrian crossing, large number of bridges in rural areas in China, as a environmental friendly and sustainable construction material. Besides bridges, Xiao’s team has also built a mobile house using similar technology they developed.

Meanwhile, they are also constructing a prototype 250 square meter, two-story single-family house, similar to the lightweight wood frame houses widely built in California, where Dr. Xiao lives.

Adapted from materials provided by University of Southern California, via EurekAlert!, a service of AAAS.

Leave a comment

Filed under Structure Engineering

New Bridge Can Be Built In Two Weeks

Taken from sciencedaily.com

ScienceDaily ( June 9, 2008 ) — With new bridge-building materials, industrial production methods, and an efficient construction process, it will be possible to start using a bridge only two weeks after construction starts on the site. This is shown in a new dissertation from Chalmers University of Technology.

A pilot study of the new bridge concept, the i-bridge, is included in Peter Harryson’s doctoral dissertation in concrete construction at Chalmers. The bridge consists of extremely light sections that are assembled on site. The load-bearing parts consist of v-shaped fiberglass beams that are reinforced with carbon fibers on the underside. The beams interact with a thin bridge deck that is prefabricated out of steel-fiber-reinforced cement with extremely high strength. Since these materials are very durable, they are advantageous in a life-cycle perspective, and they are highly suitable for industrial construction. However, these materials are not in use in the new construction of bridges today.

“The new bridge type is a construction that projects several years into the future, but the study shows that it would be technologically possible to build this bridge today if the concept is further elaborated,” says Peter Harryson. “However, at present the economic conditions are constrained by the major investments that would be needed to start production, and by the high prices for fiber-composite materials.”

Today the new type of bridge is estimated to cost more than twice as much as a conventional bridge. But the economic potential of the bridge concept can be enhanced considerably if the economic calculations are done in another way. Besides the shorter construction time, there are several advantages both from a life-cycle perspective and in terms of the working environment that could be valued higher.

The project has been part of (the Swedish Governmental Agency for Innovation Systems) Vinnova’s research program “Road, Bridge, Tunnel.” Peter Harryson has been an industrial doctoral candidate with the Swedish Road Administration, which has provided funding.

The dissertation, titled Industrial Bridge Engineering – Structural developments for more efficient bridge construction, was publicly defended on May 29.

Leave a comment

Filed under Structure Engineering