Category Archives: My Jogja

New Map of Trans-Jogja Bus Routes

New routes of Trans-Jogja Bus Route in Yogyakarta have been tried out in December, 26, 2008.

Here the map.

Trans-Jogja Bus Routes

Source : Transportation Local Government, DIY Special Province

6 Comments

Filed under My Jogja, Public Transportation

Mahasiswa Yogya Lebih Suka Beli Pulsa Daripada Buku

Selasa, 25/11/2008 13:30 WIB
Mahasiswa Yogya Lebih Suka Beli Pulsa Daripada Buku
Bagus Kurniawan – detikNews

Mahasiswa di Yogyakarta ternyata lebih suka membeli pulsa telepon genggam daripada membeli buku kuliah. Untuk membeli pulsa setiap bulannya, rata-rata mereka rela merogoh kocek Rp 90.200. Sedang untuk membeli buku pelajaran hanya Rp 39.750.

Demikian hasil penelitian biaya hidup mahasiswa Yogyakarta tahun 2008 yang dipaparkan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Ardito Bhinadi di Seven Resto Jl C. Simanjuntak Yogyakarta, Selasa (25/11/2008). Survei itu dilakukan bekerjasama dengan Bank Indonesa (BI) Yogyakarta.

“Ini menarik untuk dicermati, ternyata pengeluaran untuk membeli pulsa HP lebih besar daripada untuk membeli buku pelajaran yakni 7 persen dibanding 3 persen,” kata Ardito.

Menurut Ardito, ada 3 komponen biaya hidup terbesar yakni makanan dan minuman, 31 persen, pondokan 17 persen dan transportasi sebesar 10 persen. Rata-rata biaya hidup mahasiswa pada tahun ini sebesar Rp 1.278.350/bulan. Rinciannya, untuk mahasiswa program diploma Rp 1.208.100, S1 Rp 1.60.800 dan S2 Rp 2.182.000/bulan.

“Dalam setahun mereka memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah sebesar Rp 4,6 triliun atau 12,25 persen dari PDRB DIY,” katanya.

Untuk biaya pondokan, kata Ardito, rata-rata sebesar Rp 220.100/bulan atau Rp 2.641.200/tahun. Mereka lebih banyak memilih pondokan yang berdekatan dengan kampus tempat studi. Selain itu, mahasiswa juga lebih suka memilih makan di warung tenda daripada makan di restoran.

“Alasannya harga terjangkau dan lebih dekat. Dan ini bisa menggerakan roda perekonomian sektor informal terutama yang berdekatan dengan kampus dan pondokan,” kata Ardito didampingi Kepala BI Yogyakarta, Tjahjo Oetomo.

Menurut dia, penelitian itu dilakukan terhadap 300 responden terdiri 53 persen laki-laki dan 47 persen dengan usia rata-rata 21-25 tahun. Sebagian besar responden berasal dari Jawa, yakni 77 persen. Sedangkan dari Sumatera 14 persen, Kalimantan 6 persen dan sisanya 3 persen dari berbagai wilayah lainnya di Indnesia.

“Responden juga berasal dari berbagai bidang ilmu, terbesar non eksakta 51 persen, teknik 28 persen, eksakta 16 persen dan kedokteran 5 persen dengan tahun masuk studi 2004 – 2008. Dan mereka mempunyai indeks prestasi kumulatif (IPK) antara 3-3,5 sebesar 59 persen, IPK di atas 3,5  sebesar 15 persen, IPK 2,50-2,99 sebesar 21 persen dan kurang dari 2,50 sebanyak 5 persen,” pungkas dia.(bgs/djo)

Sumber : detiknews.com

1 Comment

Filed under My Jogja

Lowongan CPNS di Pemerintah Kota Yogyakarta 2008

logo_pemkot21

PENGUMUMAN
Nomor : 08/PENG/BKD/2008

Tentang

Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

dari Pelamar Umum Pemerintah Kota Yogyakarta

Formasi Tahun 2008

DASAR :

1. Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.

2. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2003.

4. Peraturan Pemerintah nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2002.

5. Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

6. Keputusan Kepala BKN nomor 11 tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 98 tahun 2000 tentang Pengadaan PNS sebagaimana telah diubah dengan PP 11 Tahun 2002.

7. Surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor B/215.F/M.PAN/8/2008 tanggal 4 Agustus 2008 Perihal Persetujuan Prinsip Tambahan Formasi CPNS Daerah Tahun 2008 untuk Pelamar Umum, Tenaga Honorer dan Sekretaris Desa Tahun 2008.

8. Surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor B/226.P/M.PAN/10/2008 tanggal 31 Oktober 2008 Perihal Persetujuan Rincian Formasi CPNS Daerah Tahun 2008.

9. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 30 tahun 2007 tanggal 27 Agustus 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil.

10. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor K.26-30/V.109-6/99 tanggal 8 September 2008 perihal Pelaksanaan Pengadaan CPNS Formasi Tahun 2008.

11. Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 103/Pem.D/Bp/D2 tanggal 8 November 2008 tentang Formasi CPNS Daerah Kota Yogyakarta

Bersama ini diberitahukan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta akan menyelenggarakan seleksi Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil dari Pelamar Umum dengan ketentuan sebagai berikut :

I. PERSYARATAN UMUM

  1. Warga Negara Republik Indonesia ;
  2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya berusia 35 (tiga puluh lima) tahun pada tanggal 1 Januari 2009 dan atau yang memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 98 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2002 dan ketentuan pelaksanaannya;
  3. Telah terdaftar pada Kantor / Dinas Tenaga Kerja setempat, dibuktikan dengan Kartu Pencari Kerja ( AK.I ) ;
  4. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan yang diperlukan;
  5. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena suatu tindakan pidana kejahatan ;
  6. Tidak pernah terlibat dalam suatu kegiatan / gerakan yang menentang Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia ;
  7. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil / anggota TNI / POLRI atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta ;
  8. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Resort (Polres) setempat ;
  9. Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dokter Pemerintah;
  10. Bersedia ditempatkan di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia ;

II. PERSYARATAN KHUSUS

1. Semua pelamar dengan Kualifikasi Pendidikan Sarjana dengan minimal Indeks Prestasi ( IP ) Kumulatif 2,75, kecuali bagi Pelamar yang masih mengabdikan diri sebagai tenaga honorer / tenaga bantuan (Naban) di Pemerintah Kota Yogyakarta, dengan melampirkan Surat Keputusan Pengangkatan menjadi tenaga honorer / Naban yang pertama dan terakhir.

2. Khusus Pelamar Tenaga Teknis jabatan Analis Pariwisata, Pranata Humas, Penyuluh Perindag, Penghubung Lembaga dan Pranata Komputer dengan kualifikasi pendidikan S1 Teknik Informatika / S1 Teknik Komputer / S1 Ilmu Komputer / S1 Manajemen Informatika / S1 Sistem Informasi Harus memiliki minimal TOEFL 400, dengan menunjukkan bukti yang syah dari lembaga yang berwenang, kecuali bagi Pelamar yang masih mengabdikan diri sebagai tenaga honorer / tenaga bantuan (Naban) di Pemerintah Kota Yogyakarta, dengan melampirkan Surat Keputusan Pengangkatan menjadi tenaga honorer / Naban yang pertama dan terakhir.

III. JENIS, JUMLAH FORMASI YANG DIBUTUHKAN DAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN YANG DISYARATKAN

Tenaga Kesehatan : 115 formasi

Tenaga Teknis Lainnya : 78 formasi

Secara terperinci sebagaimana tercantum dalam lampiran I Pengumuman ini

IV. WAKTU, TEMPAT DAN SYARAT PENDAFTARAN

A. Mekanisme

Berkas lamaran diserahkan di tempat pendaftaran.

B. Waktu Pendaftaran

Mulai Tanggal 17 November sampai dengan 29 November 2008 tiap hari kerja

Senin s/d Kamis : Jam 08.00 s/d 13.00 WIB

Jum’at : Jam 08.00 s/d 10.00 WIB

Sabtu : Jam 08.00 s/d 12.00 WIB

C. Tempat Pendaftaran :

Gedung Asrama Mahasiswa UGM Dharma Putra

Jl. Andung No.1 Baciro ( Sebelah Barat Stadion Mandala Krida ) Yogyakarta


D. Syarat Pendaftaran :

1. Surat Lamaran yang ditujukan kepada Walikota Yogyakarta yang ditulis tangan sendiri dengan tinta hitam dan ditandatangani, serta menyebutkan Jabatan yang dilamar ( tanpa materai ), dengan melampirkan :

a. 1(satu) lembar foto copy ijasah terakhir (bukan ijasah sementara/keterangan lulus/bukti yudisium) dan 1 (satu) lembar foto copy transkip akademik yang masing-masing telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang, Pejabat yang berwenang melegalisasi sebagaimana anak lampiran II;

b. Pas foto hitam putih terbaru ukuran 3×4 sebanyak 4 (empat) lembar, disebaliknya ditulis nama dan alamat pelamar;

c. 1 ( Satu ) lembar Foto Copy Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Resort (Polres) setempat yang dilegalisir;

d. 1 ( Satu ) lembar Foto Copy Surat Keterangan Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dokter Pemerintah;

e. Surat Keterangan Syah memiliki TOEFL 400 bagi pelamar dengan kualifikasi yang disebutkan dalam Persyaratan Khusus;

f. Foto copy sah surat keputusan/bukti pengangkatan pertama sampai dengan pengangkatan terakhir, dari kepala/pimpinan instansi pemerintah/lembaga swasta bagi pelamar yang berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun sampai dengan 40 (empat puluh) tahun per tanggal 1 Januari 2009 harus mempunyai masa kerja tidak terputus paling kurang 11 tahun 8 bulan dihitung sampai dengan 31 Desember 2008 pada instansi pemerintah atau lembaga swasta yang berbadan hukum yang menunjang kepentingan nasional dan mempunyai kesesuaian antara pendidikan, pengalaman kerja dan jabatan yang dilamar.

2. Berkas lamaran tersebut diatas dimasukkan dalam Stop Map, dengan mencantumkan data selengkap-lengkapnya, sebagai berikut :

Nama Lengkap ( semua gelar pendidikan dituliskan di belakang nama );

Tempat/ Tanggal lahir;

Alamat Lengkap (Jalan, Dukuh/ Kampung, RT/ RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi);

Nomor telepon Rumah dan HP bila ada ( telepon yang mudah dihubungi );

Mencantumkan jenis jabatan yang dilamar beserta kode dan kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan, dengan Warna Stop Map:

Tenaga Kesehatan : Hijau

Tenaga Teknis : Kuning

3. Setiap pendaftar / pelamar hanya diperbolehkan mengajukan 1 (satu) jenis formasi dalam 1 (satu) lingkup Pemerintah Kota Yogyakarta.

V. PELAKSANAAN UJIAN SELEKSI.

1. Ujian tertulis dilaksanakan serentak se Propinsi DIY pada Hari Minggu tanggal 7 Desember 2008.

2. Perlengkapan yang dibawa pada waktu Ujian Seleksi :

a. Asli Kartu/Tanda Peserta Ujian CPNS Tahun 2008

b. Asli Tanda Pengenal Identitas Diri (KTP/SIM.)

c. Pensil 2B

d. Karet Penghapus

e. Rautan

f. Ballpoint

g. Alas tulis

VI. PENGUMUMAN HASIL SELEKSI

1. Pengumuman hasil seleksi didasarkan pada hasil ujian tertulis sesuai urutan rangking tertinggi per jenis formasi sejumlah formasi yang dibutuhkan.

2. Pengumuman hasil seleksi akan disampaikan oleh Panitia melalui media cetak daerah, dan media papan pengumuman tempel di Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kesehatan, RSUD Kota Yogyakarta.

VII. LAIN-LAIN.

1. Seluruh proses pengadaan CPNS mulai dari proses pendaftaran / pelamaran, pelaksanaan seleksi sampai dengan penentuan kelulusan tidak dipungut biaya dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme serta pemalsuan dokumen CPNS.

2. Seluruh dokumen yang telah diserahkan, menjadi milik Panitia dan tidak dapat diminta kembali.

3. Keputusan Tim Pengadaan CPNSD Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2008 tidak dapat diganggu gugat.

4. Layanan Informasi Pengadaan CPNS Kota Yogyakarta :

– Website : www.jogja.go.id

– Telp : (0274) 555013

(0274) 515865 psw 174

(0274) 515866 psw 174

Yogyakarta,  10 November 2008

An.Walikota Yogyakarta
Sekretaris Daerah

ttd

Drs.RAPINGUN
NIP. 490017536

Pengumuman dan formasi lowongan CPNS di Pemerintah Kota Yogyakarta silakan diunduh di bawah ini :

01. pengumuman-cpns-jogja-2008

02. formasi-cpns-jogja-2008

Good luck!!!

6 Comments

Filed under Lowongan Kerja, My Jogja

Komitmen Difabel Berhenti Sebatas Wacana

Kamis, 16 Oktober 2008 | 21:12 WIB, Sumber : kompas.com

YOGYAKARTA, — Komitmen untuk membuat fasilitas yang memudahkan kaum difabel selalu berhenti di tahap wacana alias tak pernah terwujud di lapangan. Ini menyakitkan hati kaum difabel. Fasilitas yang disediakan bagi mereka baru segelintir.

Di jalan, mereka nyaris tak mendapat tempat. Jalur bagi penyandang tuna netra misalnya, hanya tersedia di Malioboro yang trotoarnya sudah nyaris sesak oleh pedagang.

Demikian disampaikan Akhmad Soleh, Ketua Dewan Pengurus Daerah Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) DIY, di sela-sela acara halal bi halal bagi penyandang cacat di Loka Bina Karya Kota Yogyakarta, Kamis (16/10).

Nyaris semua pihak yang pernah membuat komitmen bagi difabel, ya hanya sampai pada pembicaraan, wacana-wacana, atau sekadar opini, ujarnya. Menurut Soleh, pemerintah dan pihak terkait harus serius dan berkomitmen dalam memikirkan kaum difabel.

Jalanan dan trotoar, dicontohkannya, tidak aman bagi tuna netra. Gedung-gedung juga belum memiliki tangga khusus kursi roda. Untuk urusan pekerjaan, belum semua perusahaan mau menampung difabel. Dalam hal transportasi, tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara, tetap tak nyaman naik bus kota walau pun itu adalah Trans-Jogja, bus patas AC yang diluncurkan beberapa bulan lalu. “Tak ada fasilitas suara pemberitahuan di halte yang memudahkan tuna netra. Untuk naik ke halte, mereka yang menggunakan kursi roda juga tak bisa karena kemiringannya curam,” ujarnya .

Jayusman, Ketua PPCI Bantul menceritakan, sudah tak terhitung cerita dari teman-temannya mulai dari terserempet kendaraan, tersandung tali tenda warung PKL atau ubin trotoar yang tidak rata, hingga kaget karena diklakson.

Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengakui keterbatasan fasilitas bagi difabel. “Untuk optimalisasi jalur khusus di Malioboro misalnya, masih jauh dari keinginan, karena ada banyak kepentingan di sana,” ucapnya.

Dana memang berpengaruh terhadap ketersediaan fasilitas. Namun lanjut Herry, yang sejatinya penting ialah menanamkan pada masyarakat perlunya menghargai kaum difabel. “Dalam pekerjaan, kami punya program yakni memberi insentif bagi perusahaan yang bersedia menampung pekerja difabel,” ucap Herry.

Sumber : kompas.com

Leave a comment

Filed under My Jogja, Trans Jogja

Jogja Kembali Bersepeda

Jumat, 17 Oktober 2008 10:55 WIB, Harian Jogja

Sepeda mungkin sudah tidak asing lagi di tengah masyarakat DIY. Mengingat Jogja adalah mengingat sepeda. Selama 20 tahun sudah tradisi bersepeda di Jogja hampir punah. Tenggang waktu yang begitu lama, membuat masyarakat Jogja kangen dengan tradisi bersepeda sehingga Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X bersama Wali Kota Jogja Herri Zudianto menggalakkan kembali tradisi bersepeda.
Untuk mengisi jalan-jalan Kota Jogja pada tahun ini, sungguh sangat mustahil bila dibandingkan pada tahun 1980-an silam. Berbagai polusi dan sengatan matahari yang begitu dahsyat sangat memberatkan masyarakat Jogja untuk kembali mengembangkan tradisi kesederhanaan, yaitu bersepeda. Meskipun demikian, pada Senin (13/10), pemerintah kota Jogja tetap menggebrak masyarakat dengan program Segosegawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe atau sepeda buat sekolah dan bekerja). Gebrakan ini terlaksana dengan adanya ribuan peserta yang terdiri dari pelajar dan karyawan di DIY.
Program yang dilaksanakan pemerintahan Kota Jogja merupakan program untuk mengembalikan masyarakat Jogja kepada kesederhanaan dan kebersamaan yang semakin terkikis habis. Di samping program bersepeda untuk kesederhanaan dan kebersamaan, program itu juga untuk mengurangi polusi dan menghemat BBM serta menjadikan Kota Jogja yang nyaman. Mengembalikan eksistensi Kota Jogja yang nyaman dan damai, salah satunya adalah melalui program yang di adakan oleh pemerintah Kota Jogja ini.
Di tengah pergolakan tradisi yang semakin dikuasai oleh teknologi dan berbagai alat-alat transportasi yang serba cepat, membuat jiwa kesederhanaan masyarakat Jogja termarginalkan. Jiwa masyarakat diganti dengan sesuatu yang serba cepat sehingga sepeda yang merupakan transportasi lambat hanya menjadi pajangan saja. Padahal sepeda merupakan alat transportasi yang asyik dan tanpa menggunakan bahan bakar minyak. Selain itu sepeda juga tidak mengeluarkan polusi udara yang mengganggu pernafasan manusia. Jika tradisi sepeda hilang, maka Kota Jogja yang terkenal sebagai kota nyaman akan hilang. Karena semua berbau dengan polusi udara akibat dari asap knalpot dari motor dan mobil.
Kenyamanan bersepeda
Setelah pemerintah Kota Jogja menggalakkan kembali tradisi bersepeda, tentunya harus memperhatikan dan mendapat dukungan penyediaan infrastruktur keselamatan dan kenyamanan, misalnya jalur khusus sepeda. Jalur ini harus tersedia di seluruh Kota Jogja.
Direktur Institut for Transportation and Devolopment Plicy (ITDP) Darmaningtyas, menilai kebijakan menggalakan kembali bersepeda itu tidak jelas karena menekankan sosialisasi yang tanpa disertai penyediaan sarana yang menciptakan kenyamanan bersepeda. Ditambah lagi dengan ungkapannya, “mestinya disediakan dulu sarananya, baru sepeda digenjot”.
Penyediaan sarana untuk kenyamanan orang yang bersepeda sangatlah penting, selain itu juga sangat penting untuk mengantisipasi kecelakaan lalulintas. Seperti yang diungkapkan Darmaningtyas di atas, sangat membantu untuk memberikan jaminan keselamatan bagi para pengendara sepeda melalui pembuatan jalur khusus sepeda. Selama ini jalur sepeda yang ada di Kota Jogja baru jalur yang menghubungkan lima kampus besar, yaitu UGM, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Sanata Drama, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Penyediaan jalur Sepeda seharusnya ditambah banyak dengan diadakannya penggalakan bersepeda.
Kenyamanan adalah yang dibutuhkan bagi pengendara sepeda. Tanpa adanya kenyamanan, maka mustahil masyarakat Jogja kembali menggalakkan tradisi bersepeda yang terpendam selama bertahun-tahun silam. Banyak fakta yang menunjukkan adanya kecelakaan antara sepeda (onthel) dengan motor sehingga mengakibatkan salah satu pihak mengalami luka-luka. Bisa dikatakan ini adalah akibat dari tidak adanya jalur khusus untuk sepeda dan kenyamanan yang tidak diciptakan. Kecelakaan akan terus terjadi jika penggalakan bersepeda tidak disertai dengan sarana yang menjamin kenyamanan para pengendara sepeda.
Pemkot Jogja telah memberikan asuransi bersepeda bagi para pelajar jika mereka mengalami kecelakaan di jalan. Selain untuk pelajar, PNS juga sudah diusulkan untuk mendapatkan layanan dari pemkot. Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Jogja Syamsury, aturan mainnya akan segara disatukan dengan Peraturan Wali Kota. “Sedang kami pikirkan pula, karyawan pun dapat asuransi. Tujuannya agar pengendara sepeda nyaman”.
Membangkitkan jiwa sederhana
Jiwa kesederhanaan masyarakat Jogja yang lama terkubur oleh zaman, mencoba dikuak lagi kesederhanaan jiwa yang sudah lama mati. Menguak kembali eksistensi kesederhanaan jiwa yang mulia, merupakan bentuk perwujudan dan kesetiaan kepada Kota Jogja. Meski bertahun-tahun telah hilang, tetapi mereka mencoba membongkar kesederhanaan abadi.
Tumbuhnya kesederhanaan, akan membawa pada kebersamaan dalam berinteraksi dengan orang lain. Jiwa sederhana yang dimaksud adalah kesederhanaan dalam bentuk material, yaitu mementingkan kembali sesuatu yang sifatnya sudah dianggap tidak modern atau dalam kata lain adalah sepeda onthel.
Kita lihat negara-negara maju yang lebih cenderung menggunakan sepeda onthel dari pada menggunakan yang lain. Itu kerena mereka tahu manfaatnya bahwa sepeda bisa menjadikan badan lebih sehat dan segar kembali serta tidak merusak kelestarian alam. Begitu juga dengan Jogja, untuk mewujudkan kesehatan bersama dan kelestarian alam tradisi sepeda kembali digalakkan. Terbukti di desa yang masih pedalaman belum kenal dengan motor, tumbuhan di sekelilingnya masih kelihatan segar dan lestari.
Membangkitkan kesederhanaan tanpa dibarengi dengan rasa percaya diri, sangat sulit untuk dilakukan. Meskipun kelihatannya sepele, tetapi justru itu adalah pertarungan besar melawan nafsu matrealis. Memerangi tradisi bersepeda motor dengan tradisi sepeda onthel, itulah wujud kesederhanaan yang akan dilakukan Jogja kepada masyarakatnya.
Berbagai manfaat bersepeda juga sudah tidak diragukan lagi, kesehatan akan terjaga, mengurangi polusi udara dan lain sebagainya. Bisa kita bandingkan, orang yang melakukan perjalanan dengan  menggunakan sepeda dan orang yang dalam perjalanannya manggunakan sepeda motor, efek positif jelas terlihat pada orang yang naik sepeda. Kesehatan yang diperoleh sangat jelas serta menumbuhkan stamina yang tinggi.
Bersepeda memang jalan yang paling efektif untuk meningkatkan kesederhanaan dan meningkakan rasa percaya diri pada orang lain. Maka, program yang dilakukan Pemerintah Kota Jogja ini perlu mendapatkan perhatian dari masyarakat Jogja sebagai rasa pengenalan kembali kepada tradissi bersepeda yang lama terpendam. Masyarakat seharusnya mendukung adanya program ini untuk menguak kembali tradisi Jogja sebagai kota sepeda

Oleh Nur Kholis Anwar
Staf Peneliti pada Hasyim Asya’ari Institute, Jogja

Sumber : Harian Jogja

1 Comment

Filed under My Jogja, Transport's Articles

‘Segosegawe kurang realistis’

Rabu, 15 Oktober 2008 10:31WIB, Harian Jogja

JOGJA: Kalangan sekolah merasa pesimis program Sepeda Kanggo Sekolah Lan Nyambut Gawe (Segosegawe) bisa terlaksana. Pasalnya, mayoritas siswa sekolah menengah di Kota Jogja berasal dari luar kota seperti Sleman dan Bantul yang jaraknya 5 kilometer lebih dari sekolah. Namun, khusus larangan siswa sekolah menengah menggunakan mobil pribadi ke sekolah, pihak sekolah sudah mulai mengeluarkan tata tertib dan imbauan kepada orangtua siswa. Seperti di SMU 9 Jogja, imbauan sudah disebar kepada orangtua siswa. Hanya, imbauan Walikota itu dirasa kurang realistis.
Kepala SMU 9 Jogja, Hardja Purnama, menuturkan pihaknya sudah mengimbau orangtua siswa dengan menitipkan surat kepada siswa bersangkutan. “Soal apakah sampai atau tidak (ke orangtua), kami belum tahu. Kami imbau agar siswa diantar saja ke sekolah atau naik kendaraan umum,” ujarnya, kemarin.
Pada tahun ajaran baru Juli lalu, Walikota Jogja Herry Zudianto mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwal) No 24/2008 tentang Pedoman Penyusunan Tatatertib Sekolah. Dalam panduan pembuatan tata tertib sekolah itu, perwal menekankan agar sekolah mencantumkan larangan siswa membawa mobil ke sekolah.
“Kalau larangan memang sejak dulu sudah ada di dalam tatib (tata tertib) sekolah. Tapi kami tidak pernah keluarkan sanksi karena orangtua mau bertanggung jawab atas keamanan mobil di pelataran sekolah,” kata Hardja.
Dalam temuan pihak kesiswaan SMU 9, masih ada 10 siswa berangkat sekolah mengendarai mobil sendiri. Selebihnya, mayoritas mengendarai sepeda motor, dijemput orangtua dan menggunakan angkutan umum. “Yang pakai sepeda sekitar 10 orang, bisa dilihat di parkiran…”
Dia mengaku memberi apresiasi atas imbauan Walikota kepada pelajar Jogja dan pegawai yang letak rumahnya kurang dari 5 kilometer dari sekolah atau tempat kerja agar menggunakan sepeda. Namun persoalannya, program bersepeda justru mendapat pertanyaan dari sejumlah orangtua siswa. “Rata-rata orangtua siswa mempertanyakan soal keamanan bersepeda di jalan,” ujar Hardja.
Tak bisa dipaksakan
Senada, Kepala Bagian Kesiswaan SMU Negeri 3 Jogja, Hamid Supriyatna, juga menilai program Segosegawe sulit terwujud. Selain ada penolakan dari sejumlah orangtua murid, kesediaan siswa menggunakan sepeda juga tidak bisa dipaksakan.
Sepeda, menurut Hamid, meski lebih ramah lingkungan, daya mobilitasnya jelas jauh lebih rendah ketimbang motor. Di sekolahnya, dari total 689 siswa, hanya ada sekitar 10 siswa yang selama ini menggunakan sepeda kayuh.
Mayoritas mengendarai sepeda motor dan sisanya diantar orangtua atau menggunakan angkutan umum. “Siswa sekarang tidak bisa disamakan dengan siswa masa lalu. Orangtua siswa juga sudah berbeda,” ujarnya.
Apa yang dituturkan Hamid tak sekadar isapan jempol. Buktinya, saat ditanya apakah bersedia bersekolah pakai sepeda, Evelin, salah satu siswa Stella Duce 2, menjawab singkat, “Hari gini naik sepeda? Panas. Belum lagi di jalan sepeda nggak dianggep, diserempet orang terus ditinggal pergi mau apa hayo?”
Zahra Zafira Mutiara, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMAN 3 Jogja, mengatakan kendati program Segosegawe telah diluncurkan Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja, perwujudan Jogja kembali menjadi kota sepeda tetap bakal sulit dilakukan. “Hal ini karena masyarakat pada umumnya sudah terbiasa menggunakan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor.”
Dia mengaku setuju dan mendukung program Pemkot Jogja tersebut, namun dirinya merasa anjuran bagi yang rumahnya di bawah 5 km untuk bersepeda kurang relevan. Zahra berpendapat ukuran dekat yang lebih cocok adalah 3 km.
“Kami tahu kemarin ada kegiatan peluncuran Segosegawe, tapi sepertinya siswa di sini tidak ada yang mengikuti, karena sepekan ini kebetulan pas ada ujian mid semester di sini,” terangnya.
Zahra juga menjelaskan sebelum program Segosegawe diuncurkan, beberapa siswa di sekolahnya sudah menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi sehari-hari.
“Jumlahnya memang tidak banyak, hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Biasanya mereka yang bersepeda itu tinggalnya di dekat sekolah.”  Zahra menilai siswa yang rumahnya jauh dari sekolah bakal kesulitan kalau dipaksakan harus naik sepeda.
Jalanan jadi semrawut
Menurutnya, program Segosegawe merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. “Sekarang kan kebanyakan naik motor. Malah pelajar SMP pun ikut-ikutan naik motor.”
Padahal, sambung Zahra, pada umumnya remaja masih labil, sehingga keadaan jalanan menjadi semrawut. Selain itu, ia menilai isu global warming adalah alasan selanjutnya dari peluncuran program tersebut.
Ditegaskannya, program ini nantinya akan berakibat menaikkan jumlah pengguna sepeda, meskipun menurutnya tidak akan banyak. “Kebutuhan kita untuk bergerak cepat kan penting banget, jadi bakal sedikit saja yang beralih ke sepeda,” tandas Zahra.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meluncurkan program Segosegawe di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Senin (13/10). Program tersebut digagas oleh Pemkot Jogja.
Sekitar 2.000 peserta dari berbagai elemen warga dan berasal dari berbagai instansi di lingkungan Pemkot Jogja memeriahkan acara itu. Tidak ketinggalan para guru taman kanak-kanak (140 orang), guru SMP (1.177), guru SMA (844), guru SMK (172) dan karyawan (52).
“Kami datang karena ada surat yang meminta kami datang ke sini. Awalnya launching akan diadakan 7 Oktober pukul 06.00 WIB, tapi ternyata baru bisa dilakukan saat ini, padahal pada tanggal segitu saya membawa 35 anak dan dua pendamping,” kata Ign Atang Hartoko.
Ditemui di sela-sela acara, Atang yang juga guru SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dan tergabung dalam Ngepit Kemringet (nGeNget) Club itu lalu menunjukkan surat yang dikeluarkan Walikota Jogja bernomor 551/3261. Dia menuturkan bukan cuma dirinya yang kecewa.
Sekolah lain, seperti SMA Stella Duce, juga mengalami hal serupa soal keberadaan dan konsep dari Segosegawe. “Kami tidak paham dengan apa yang terjadi, karenanya saat itu kami sepakat pulang ke sekolah masing-masing tepat pukul 07.00 WIB. Kami berombongan (35 anak dan dua guru pendamping) pulang ke sekolah dengan perasaan bingung, benarkah Walikota membuat surat seperti itu?” ujar dia.
Paguyuban Onthel Jogja (Pojok) yang beranggotakan 400 orang dan menggunakan sepeda klasik, sebanyak 30 anggotanya menghadiri acara launching Segosegawe.
Ketua Pojok, Towil, menyambut baik ide untuk menghidupkan kembali Kota Jogja sebagai kota sepeda. Namun, dia meminta Pemkot hendaknya juga memperhatikan infrastruktur yang ada.
“Perlu diberlakukan lagi jalur hijau yang saat ini telah usang. Selain itu, pembuatan fasilitas publik terutama fasilitas parkir khusus untuk sepeda harus segera dilakukan. Kami juga mengusulkan agar Jalan Malioboro bisa dijadikan kawasan bebas kendaraan,” cetus Towil bersemangat.

Oleh Nugroho Nurcahyo, Deny Hermawan & Jumali

Sumber : Harian Jogja

3 Comments

Filed under My Jogja, Transport News

Jalan di Jogja hanya manjakan mobil

Kamis, 16 Oktober 2008 10:57 Harian Jogja

JOGJA: Infrastruktur lalu lintas di Jogja lebih memanjakan pengguna kendaraan pribadi. Hal ini menjadikan budaya bersepeda sulit berkembang. “Kendaraan pribadi yang memakan jalan adalah ancaman bagi sistem transportasi kota Jogja yang kian padat,” kata Deputi Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral Universitas Gadjah Mada Arif Wismadi dalam seminar yang diselenggarakan Impulse (Institute for Multiculturalism and Pluralism Studies), di percetakan Kanisius, Depok, Sleman, kemarin.

Dia mengatakan, mobil pribadi memiliki tingkat merugikan lebih tinggi, antara lain rakus memakan ruang, volume meningkat, boros energi, penghasil polusi tertinggi dan penyebab kecelakaan dan penyengsara utama di jalanan.Dalam catatan Pustral, kendaraan pribadi menjadi penyumbang karbondioksida terbesar (45 gram/pnp-km) ketimbang pesawat terbang (30 gr/pnp-km), ferry (24), bus umum (19) kereta api (5) dan subway (3).

Menurutnya, langkah pemerintah kota seringkali memanjakan pengendara mobil, dengan adanya parkir sembarangan dan melebarkan jalan. Padahal pertumbuhan pemakai kendaraan pribadi tidak akan bsia diimbangi tambahan infrastruktur berupa jalan. “Semestinya bukan menambah luas jalan, tapi mengubah sistem transportasi yang bisa membuat warga memilih menggunakan kendaraan umum,” katanya.

Sedangkan dalam penilaiannya, transportasi di Jogja memiliki citra pelayanan buruk, tingkat polusi tinggi, dan mix traffic. Buruknya pelayanan angkutan umum dan bercampurnya bus dengan  kendaraan pribadi dalam kemacetan,  kata Arif, “akan menjadikan angkutan umum semakin ditinggalkan masyarakat.”

Arif mencontohkan proyek busway di DKI Jakarta adalah contoh keberhasilan Mass Rapid Transport. “Trans Jogja saya kira merupakan proyek secara konsep masih sulit mengubah budaya warga beralih ke kendaraan  umum,” katanya.

Beberapa waktu lalu, Walikota Kota Jogja Herry Zudianto berkampanye menggunakan sepeda untuk bersekolah dan bekerja. Terutama bagi warga kota yang memiliki jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja dan sekolah kurang dari 5 kilometer. Rencana ini dinilai tidak realistis.

Pratikno, Dosen Fisipol UGM mengatakan, rencana memasyarakatkan penggunaan sepeda sebagai transportasi pribadi membutuhkan rekayasa infrastruktur, sosial, ekonomi, politik dan budaya. “Butuh rekayasa di sejumlah sektor itu,” ujarnya. Sebab, tanpa didukung infrastruktur penjamin kenyamanan pengguna sepeda, masyarakat akan enggan memakai sepeda.

Budaya bersepeda masih dianggap alat transportasi kalangan bawah dan cenderung memalukan secara prestise. Sehingga kata Pratikno, “Rekayasa sangat diperlukan, terutama rekayasa politik dari pemerintah kota untuk me-revolusi mindset dari rekayasa yang lain.”

Oleh Nugroho Nurcahyo

Sumber : Harian Jogja

Leave a comment

Filed under My Jogja, Transport News

Segosegawe menuai protes

Kamis, 16 Oktober 2008 11:04 Harian Jogja

UMBULHARJO: Belum genap sepekan diluncurkan, program Sepeda Kanggo Sekolah Lan Nyambut Gawe (Segosegawe) yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Joga menuai protes dari sejumlah anggota DPRD setempat. Pasalnya, program Segosegawe yang bertujuan menumbuhkembangkan kecintaan untuk kembali menggunakan sepeda, dalam realisasinya justru bersifat top down dan bukan mengarah pada kesadaran warga. Ketua Komisi I DPRD Kota Jogja, Iriantoko Cahyo Dumadi, Rabu (15/10), mengatakan kegiatan Segosegawe seharusnya dikembalikan kepada fungsi dan komitmen awal dalam pembuatan gerakan tersebut.
Adanya surat Peraturan Walikota (Perwal) yang melarang peserta didik terutama siswa SMP menggunakan sepeda motor dan siswa SMA menggunakan mobil, telah memperlihatkan disorientasi atas gerakan tersebut.
“Awalnya kan mengarah pada kesadaran, sehingga seharusnya tidak perlu ada surat semacam itu. Pemerintah Kota seharusnya juga mempertimbangkan sarana yang akan dibangun untuk mendukung program tersebut,” katanya.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Jogja, Zuhrif Hudaya, justru mempertanyakan penggunaan anggaran dalam kegiatan launching Segosegawe. Sebab, selama ini pihaknya belum pernah menyetujui pengajuan anggaran untuk kegiatan Segosegawe dalam APBD Kota Jogja 2008 Perubahan.
“Sekecil apapun [dananya], ini tetap kegiatan, seharusnya ada transparansi anggaran. Ya sangat lucu ketika kegiatan dengan melibatkan pihak sponsor tetapi yang menjalankan Pemkot, karenanya harus ada kejelasan, biarpun ini dibiayai swasta.”
Terpisah, Walikota Herry Zudianto mengatakan dikeluarkannya Perwal tersebut untuk memfilter orangtua yang ingin memanjakan anaknya, karena selama ini hal tersebut dianggap tidak membentuk karakter jati diri anak.
“Anak SMA dibelikan mobil pribadi, termasuk untuk sekolah. Itu akan membius anak seolah-olah keberhasilan orangtuanya identik dgn kesuksesan dirinya, sehingga dia tidak terpacu dengan meraih prestasi dari dirinya sendiri. Anak SMP diberi motor pribadi, jelas tidak mungkin tak melanggar hukum, karena pasti belum bisa memproses SIM,” katanya.
Herry menandaskan keinginan untuk memanjakan anak bukannya dilarang sama sekali, namun dengan catatan jangan dianggap sebagai motor pribadi sepenuhnya.
“Ke sekolah sejauh kurang dari 3 kilometer wajib bersepeda itu merupakan bagian dari upaya melatih dan membiasakan diri kepada anak untuk melaksanakan arti kesederhanaan,” tegas Herry.
Dia juga menyayangkan sikap pesimis sejumlah kepala sekolah terhadap keberlanjutan program Segosegawe. Herry melihat saat ini telah terjadi kemerosotan dalam hal wawasan pendidikan di sebagian kalangan pendidik di Kota Jogja.
“Mereka hanya menangkap wawasan mendidik. Seratus persen berorientasi pada aspek akademis. Tak pernah terbersit wacana pendidikan sesungguhnya untuk membentuk karakter secara utuh dari peserta didik. Selain itu, mengajarkan sikap pesimistis, tidak berdaya untuk berani membuat suatu perubahan nilai-nilai yang berlaku ke nilai-nilai yang seharusnya tanpa mencoba terlebih dahulu,” katanya.
Herry mengaku pesimistis atas makna dari perjuangan bangsa, sehingga dia tidak berani banyak berharap jika diminta menegakkan aturan yang ada. Dia juga mengatakan anggaran acara launching Segosegawe memang tidak didapatkan dari APBD Kota Jogja.
Anggaran tersebut berasal dari sponsorship. Dengan begitu, lanjut Walikota, ke depan pihaknya akan mampu meyakinkan Dewan untuk mendukung tindak lanjut dari program Segosegawe.
“Saya sebelumnya sudah memikirkan lebih mendalam, sehingga saya yakin pasti akan ada yang mau mensponsori…” Menurut Herry, saat ini Pemkot telah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak untuk mempercepat realisasi terhadap tindak lanjut program Segosegawe.
Kelanjutan dari program tersebut di antaranya dengan melakukan pemetaaan kawasan yang direkomendasikan bagi pengguna sepeda dan rencana memberikan tempat parkir khusus bagi pengguna sepeda. “Sedang kami rapatkan, dalam waktu dekat akan selesai,” katanya.

JALUR/KAWASAN AMAN BAGI PENGGUNA SEPEDA
Di Kota Jogja (direkomendasikan menjadi alternatif jalur sepeda)
– Jl Senopati (rindang; awas jalur ramai)
– Jl Sultan Agung sisi Utara (rindang; awas jalur ramai)
– Jl Kusumanegara-Jl Sukonandi-Jl Kapas-Jl Cendana sisi Utara (rindang; awas jalur ramai)
– Jl Nyi Pembayun Kotagede (menghindari kepadatan Jl Mondorakan-Jl Kemasan)
– Jalan tembus antara Jl Rejowinangun dan Jl Ngeksigondo (informasi ada di Peta Hijau Jeron Beteng 2002 dan 2004)
– Alun-Alun Pura Pakualaman (ruang terbuka hijau, ada beberapa PKL makanan)

Oleh Jumali

Sumber : Harian Jogja

Leave a comment

Filed under My Jogja, Transport News

Sego Segawe, jangan cuma mimpi

Kamis, 16 Oktober 2008 12:02 Harian Jogja

Kenangan tentang kota Jogja yang ramah saat bersepeda beberapa tahun silam seakan menjadi impian bagi warga Kota Pelajar saat ini. Namun, apa mungkin hal itu akan terjadi kembali, disaat panas terik, polusi kendaraan bermotor memenuhi setiap sudut Kota Jogja?

Cita-cita Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja dan warga di 14 kecamatan ada di Kota Gudeg untuk mewujudkan Jogja sebagai City of Tolerance terutama bagi pengguna sepeda, akan menemukan tantangan yang besar.

Namun keinginan yang besar dengan niat membersihkan dan menciptakan udara segar, diharapkan dapat terlaksana dengan diluncurkannya program Sego Segawe singkatan dari Sepeda Kanggo Sekolah Lan Nyambut Gawe, yang artinya Sepeda untuk sekolah dan bekerja dicanangkan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Senin (13/10) lalu di Alun-Alun Selatan.

Ribuan peserta, mulai dari siswa SD, SMP, SMA, karyawan, guru maupun pejabata tidak ketinggalan masyarakat yang mencintai sepeda turut ambil bagian dalam kegiatan yang diharapkan dapat membuka mata dan hati betapa indahnya lingkungan yang bebas dari polusi.

Tujuan program Segosegawe memang ditujukan bagi pelajar di Jogja agar  siswa yang selama ini mengendarai kendaraan bermotor dapat beralih ke sepeda.

Sebuah program yang sejatinya mendapat dukungan dengan harapan terciptanya udara yang sejuk dan kenyamanan Kota Jogja. Bukan mengembalikan kenangan masa silam, tapi menjadikan kota ini bersih dan tetap menjadi istimewa dengan budaya yang tak akan perang hilang.

Hanya saja yang jadi persoalan, apakah infrastruktur yang ada sudah mendukung program tersebut. Keselamatan pengendara sepeda di tengah-tengah arus lalu lintas Kota Jogja yang demikian padat, sudahkah dipikirkan.

Sejatinya, jangan cuma janji memberikan santunan bagi yang celaka tapi sarana atau sediakan ruas jalan khusus bagi sepeda. Alangkah bijaknya jika hal itu yang dilakukan. Artinya lebih baik mencegah daripada mengobati.

Ditambah lagi, kalangan sekolah merasa pesimis program Sepeda Kanggo Sekolah Lan Nyambut Gawe (Segosegawe) bisa terlaksana. Pasalnya, mayoritas siswa sekolah menengah di Kota Jogja berasal dari luar kota seperti Sleman dan Bantul yang jaraknya 5 kilometer lebih dari sekolah.

Bagaimana siswa harus menggunakan sepeda dengan jarak yang cukup jauh dan memakan banyak tenaga. Inilah yang harus dan juga dipikirkan. Menurut hemat kami, selain pengadaan infrastruktur juga harus dipikirkan bagi siswa yang letak sekolahnya jauh dari rumah. Selayaknya program yang baik ini mendapat dukungan semua pihak, dan itu harus dilakukan dengan mencari jalan keluarnya, jangan hanya Segosegawe cuma menjadi mimpi.

Sumber : Harian Jogja

1 Comment

Filed under My Jogja, Transport News

Ribuan Warga Yogya Bersepeda ke Sekolah dan Kantor

Senin, 13/10/2008 10:50 WIB
Canangkan Sego Segawe
Ribuan Warga Yogya Bersepeda ke Sekolah dan Kantor

Bagus Kurniawan – detikNews


(foto: Bagus K)
Yogyakarta – Pelajar dan karyawan di Yogyakarta mencanangkan gerakan bersepeda ke kantor dan sekolah. Pencanangan gerakan ini diikuti oleh ribuan pelajar dan karyawan di kota tersebut.

Gerakan bersepeda ke kantor dan sekolah itu dinamakan Sego Segawe yang merupakan singkatan dari kalimat Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe (sepeda untuk bersekolah dan bekerja). Peluncuran gerakan tersebut dipusatkan di Alun Alun Utara Yogyakarta, Senin (13/10/2008).

Acara yang digagas oleh Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto itu diresmikan oleh Gubernur  Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X. Acara juga dihadiri oleh Wakil Walikota Haryadi Suyuti, Sekda DIY Tri Harjin Ismadji serta sejumlah pejabat Kota Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta. Para peserta yang terdiri dari pelajar SLTP, SLTA, guru, anggota TNI/Polri dan berbagai komunitas sepeda di Yogyakarta berkumpul di Alun Alun Utara Yogyakarta, sejak pukul 06.00 WIB.

Peresmian acara ini juga dilakukan cukup unik. Tidak ada suara sirine memekakan telinga yang biasanya dilakukan pada peresmian-peresmian berbagai acara. Peluncuran Sego Segawe ini ditandai dengan membunyikan bel sepeda ontel oleh Sri Sultan di atas sebuah panggung.

Herry Zudianto dalam sambutannya mengatakan, program Sego Segawe merupakan langkah nyata mengurangi polusi di Kota Yogyakarta dan pemanasan global. Dia juga menegaskan, bersepeda bukan identik dengan kemiskinan melainkan suatu kegiatan yang menyehatkan dan menyenangkan.

“Ini sebagai langkah nyata kita sebagai bentuk mewujudkan keistimewaan Kota Yogyakarta. Bersepeda juga mengurangi dampak pemanasan global di sekitar lingkungan kita,” katanya.

Seusai pembukaan, Herry Zudianto bersama wakil walikota Haryadi Suyuti dan rombongan pegawai Pemkot Yogyakarta berombongan menuju kantor di Balaikota Timoho yang berjarak sekitar 5 kilomter dengan bersepeda. Hal yang sama dilakukan para peserta lainnya menuju sekolah dan kantor masing-masing.

Konvoi panjang pengendara sepeda sempat memadati semua ruas jalan di Kota Yogyakarta. Sambil mengayuh sepeda mereka tak lupa membunyikan bel. Kring, kring, kring….(bgs/djo)

Sumber : detiknews.com

Leave a comment

Filed under My Jogja, Pollution, Transport News