Category Archives: Trans Jogja

Andong, Becak Rukun dengan Trans Jogja

Sumber : http://tv.kompas.com

Bicara soal pembenahan alat transportasi, kota Jogyakarta boleh jadi acuan bagi kota lainnya. Ya, meski mencontek dari ibukota Jakarta, bekas ibukota negara ini malah tampil lebih baik. Kini, sudah ada bus Trans Jogya alias busway yang melayani sejumlah rute di kota sang Sultan ini. Tak seperti di Jakarta, keberadaan busway ini malah semakin melengkapi kehidupan kota budaya ini.

Warga kota Jogya sendiri menyambut keberadaan busway ini. Mereka senang, karena kini ada alternatif angkutan umum yang lebih layak. Dulunya memang Jogya bisa dibilang minim angkutan umum. Bus kota atau metromini saja jumlahnya tak memadai dan bahkan sudah rongsokan, tak laik pakai.

Namun adanya busway, tidak membuat tergusurnya angkutan tradisional di Jogya. Andong dan becak tetap leluasa bersliweran di jalan kota, termasuk Jalan Malioboro.Tak seperti nasib delman di Jakarta yang dilarang, Andong tetap dibolehkan karena menjadi simbol tradisi pemakaian kereta kencana bagi para Sultan Kraton dan kaum priyayi Jogyakarta di masa lalu.

Sementara becak dianggap sebagai kendaraan warga kebanyakan. Kedua jenis kendaraan ini bahkan dinilai bisa mengimbangi keberadaan alat transportasi lainnya, sehingga polusi di kota pelajar ini bisa terkurangi.

| Reporter:Akhid | Kamerawan:Akhid | Penulis:Akhid | Editor Video:Endy |

Lihat video di sini.

1 Comment

Filed under Public Transportation, Trans Jogja

Trans-Jogja raih Rp9,2 miliar

Selasa, 11 November 2008 09:07

JOGJA: Hingga 6 November, pendapatan bus Trans-Jogja sudah mencapai Rp9,2 miliar. Saat ini rata-rata pendapatan bus Trans-Jogja mencapai Rp41 juta per hari. Kepala Bidang Angkutan Dishub DIY, Sigit Haryanto mengatakan, pendapatan bus Trans-Jogja memang fluktuatif. Setelah sempat turun pada September menjadi Rp37 juta per hari, sekarang ini pendapatan Trans-Jogja kembali naik dan stabil pada angka Rp41 juta per hari.

“Setelah mengalami penurunan dari penjualan tiket, September 2008, pendapatan Trans-Jogja berangsur meningkat pada bulan selanjutnya dan tetap stabil pada bulan ini. Hal itu disebabkan oleh mulai tingginya aktivitas masyarakat dengan menggunakan angkutan Trans-Jogja,” katanya.

Berdasarkan data Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, pendapatan Trans-Jogja mulai stabil, yaitu berkisar rata-rata Rp41 juta sejak bulan Juli silam. Jumlah tersebut tetap stabil pada bulan berikutnya. Namun pada bulan September, pendapatan turun menjadi Rp37 juta per hari.

Sigit Haryanto, mengatakan bahwa jumlah tersebut menurun akibat masyarakat membatasi aktivitas bepergian mereka karena tengah menjalani puasa. Namun, lanjutnya, setelah bulan puasa telah usai, masyarakat mulai beraktivitas secara normal.

Pada data Dishub hingga 6 November, tercatat pendapatan Trans-Jogja dari penjualan tiket kembali berkisar Rp41 juta setiap harinya. Total pendapatan dari penjualan tiket Trans-Jogja hingga 6 November mencapai Rp9,2 miliar.

Jumlah penumpang perharinya pada September lalu hanya 12.455 orang. Peningkatan terjadi pada bulan-bulan selanjutnya, yaitu 13.879 orang pada bulan Oktober dan 13.888 pada bulan November. Total jumlah penumpang Trans-Jogja sejak mulai beroperasinya pada Februari lalu adalah sebanyak 3.123.536 orang.

Saat ini, jelas Sigit, Dishub berupaya untuk menarik minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Salah satu penyebab kemacetan yang mulai terjadi di DIY, ujarnya, adalah penggunaan kendaraan pribadi.

“Oleh karena itu kami beruasaha untuk memberikan pelayanan yang baik agar masyarakat mau menggunakan angkutan umum untuk bepergian. Salah satunya adalah dengan penerapan bus priority,” tuturnya.

Menurut Sigit, Bus priority, merupakan sistem di mana Trans-Jogja menjadi prioritas ketika berada di traffic light.  Pada jarak tertentu, jelasnya, saat bis sudah mendekati simpang, maka sinyal akan dikrim dan diterima oleh peralatan di traffic light controller. Setelah itu akan menge-set traffic light di mana bis akan diprioritaskan mendapat lampu hijau.

Dengan adanya sistem tersebut, ia mengharapkan Trans-Jogja dapat melayani masyarakat dengan tepat waktu karena waktu untuk menunggu di traffic light dapat diminimalisir dengan adanya bus priority.

“Kami juga mengenalkan angkutan umum Trans-Jogja pada anak-anak usia TK dan SD. Pihak sekolah kerap mengajak mereka untuk berjalan-jalan menggunakan Trans-Jogja. Biasanya rute dari titik asal sampai Taman Pintar, pulang – pergi,” ujarnya.

Anak-anak tersebut, lanjutnya, diajarkan bagaimana membeli tiket dan melakukan perjalanan dengan Trans-Jogja guna mengenalkan angkutan umum di usia dini.

Oleh Nadia Maharani
Harian Jogja

Sumber : Harian Jogja

2 Comments

Filed under Public Transportation, Trans Jogja

Trans-Jogja dipercepat

IST

Rabu, 22 Oktober 2008 11:06, Harian Jogja

SLEMAN: Bus priority segera dipasang di beberapa persimpangan jalan guna meningkatkan kinerja Bus Trans-Jogja, terkait dengan ketepatan waktu untuk melayani masyarakat. Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Sigit Haryanto, menjelaskan bus priority merupakan sistem di mana Trans-Jogja menjadi prioritas ketika berada di traffic light atau lampu pengatur lalu lintas.

“Pada jarak tertentu, saat bus sudah mendekati persimpangan, sinyal akan dikirim dan diterima oleh peralatan di traffic light controller (TLC). Dalam waktu singkat, TLC akan menge-set traffic light agar bus diprioritaskan mendapat lampu hijau,” jelasnya saat ditemui Harian Jogja, kemarin.
Ketika Trans-Jogja mendapatkan sinyal hijau di traffic light, terangnya, secara otomatis lampu pada traffic light di arah lainnya akan menyesuaikan dan berubah menjadi merah, sehingga Trans-Jogja dapat melalui persimpangan dengan aman dan lancar.
Dengan adanya sistem tersebut, lanjut Sigit, waktu menunggu dapat dikurangi sehingga Bus Trans-Jogja bisa beroperasi tepat waktu. Sistem bus priority dioperasikan dengan teknologi Global System for Mobile Communication (GSM) ataupun Global Positioning System (GPS).
Menurut Sigit, bus priority menjadi solusi yang tepat terkait dengan masalah operasional Bus Trans-Jogja yang kerap molor gara-gara terjebak kemacetan lalu lintas dan menunggu di traffic light yang memakan waktu cukup lama.
Solusi tepat
Saat ini, kondisi lalu lintas di DIY masih mixed traffic di mana jalur yang dilalui Bus Trans-Jogja bercampur dengan kendaraan lain. Lahan di DIY, jelas Sigit, tidak cukup luas untuk dibuatkan jalur khusus semacam busway.
“Pemasangan bus priority menjadi solusi yang tepat agar kami dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat,” tuturnya. Ia mengatakan dalam waktu dekat diberlakukan uji coba bus priority yang dipasang ke 10 bus dan dua persimpangan jalan, masing-masing di Mal Galeria dan Jl Brigjend Katamso.
“Proses persiapan secara teknis dilakukan pada akhir bulan Oktober ini juga. Pada November mendatang, menyusul akan dipasang peralatan dan diharapkan uji coba operasional sistem baru ini bisa dilakukan mulai Desember,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Sigit, supaya lalu lintas menjadi lebih teratur, akan dipasang pula marka jalan khusus bagi Bus Trans-Jogja di berbagai persimpangan jalan.
Ditemui di sela-sela menghadiri kegiatan di Hotel Saphir, Senin (20/10), Dirjen Perhubungan Darat, Suroyo Alimoeso, mengatakan sistem operasi Bus Trans-Jogja sudah cukup bagus.
“Silakan jika ingin menambah jalur atau lainnya demi meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Menurut saya, Trans-Jogja sudah bagus. Selain itu juga dapat mendidik masyarakat dan sopir untuk menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempatnya. Sekarang tergantung pada komitmen Pemkot dalam melayani masyarakat,” komentar Dirjen.

TRAYEK & RUTE TRANS-JOGJA
Jalur        Rute    utama
1A        Terminal Prambanan – Bandara Adisutjipto – Stasiun         Tugu – Malioboro – JEC

1B        Terminal Prambanan – Bandara Adisutjipto – JEC –         Kantor Pos Besar – Pingit – UGM

2A        Terminal Jombor – Malioboro – Basen – Kridosono –         UGM – Terminal Condong Catur

2B        Terminal Jombor – Terminal Condongcatur – UGM –         Kridosono – Basen – Kantor Pos Besar – Wirobrajan         – Pingit

3A        Terminal Giwangan – Kotagede – Bandara Adisucipto         – Ringroad Utara – MM UGM – Pingit – Malioboro –         Jokteng Kulon

3B        Terminal Giwangan – Jokteng Kulon – Pingit – MM         UGM – Ring Road Utara – Bandara Adisutjipto –         Kotagede

Oleh Nadia Maharani

3 Comments

Filed under Public Transportation, Trans Jogja

Komitmen Difabel Berhenti Sebatas Wacana

Kamis, 16 Oktober 2008 | 21:12 WIB, Sumber : kompas.com

YOGYAKARTA, — Komitmen untuk membuat fasilitas yang memudahkan kaum difabel selalu berhenti di tahap wacana alias tak pernah terwujud di lapangan. Ini menyakitkan hati kaum difabel. Fasilitas yang disediakan bagi mereka baru segelintir.

Di jalan, mereka nyaris tak mendapat tempat. Jalur bagi penyandang tuna netra misalnya, hanya tersedia di Malioboro yang trotoarnya sudah nyaris sesak oleh pedagang.

Demikian disampaikan Akhmad Soleh, Ketua Dewan Pengurus Daerah Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) DIY, di sela-sela acara halal bi halal bagi penyandang cacat di Loka Bina Karya Kota Yogyakarta, Kamis (16/10).

Nyaris semua pihak yang pernah membuat komitmen bagi difabel, ya hanya sampai pada pembicaraan, wacana-wacana, atau sekadar opini, ujarnya. Menurut Soleh, pemerintah dan pihak terkait harus serius dan berkomitmen dalam memikirkan kaum difabel.

Jalanan dan trotoar, dicontohkannya, tidak aman bagi tuna netra. Gedung-gedung juga belum memiliki tangga khusus kursi roda. Untuk urusan pekerjaan, belum semua perusahaan mau menampung difabel. Dalam hal transportasi, tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara, tetap tak nyaman naik bus kota walau pun itu adalah Trans-Jogja, bus patas AC yang diluncurkan beberapa bulan lalu. “Tak ada fasilitas suara pemberitahuan di halte yang memudahkan tuna netra. Untuk naik ke halte, mereka yang menggunakan kursi roda juga tak bisa karena kemiringannya curam,” ujarnya .

Jayusman, Ketua PPCI Bantul menceritakan, sudah tak terhitung cerita dari teman-temannya mulai dari terserempet kendaraan, tersandung tali tenda warung PKL atau ubin trotoar yang tidak rata, hingga kaget karena diklakson.

Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengakui keterbatasan fasilitas bagi difabel. “Untuk optimalisasi jalur khusus di Malioboro misalnya, masih jauh dari keinginan, karena ada banyak kepentingan di sana,” ucapnya.

Dana memang berpengaruh terhadap ketersediaan fasilitas. Namun lanjut Herry, yang sejatinya penting ialah menanamkan pada masyarakat perlunya menghargai kaum difabel. “Dalam pekerjaan, kami punya program yakni memberi insentif bagi perusahaan yang bersedia menampung pekerja difabel,” ucap Herry.

Sumber : kompas.com

Leave a comment

Filed under My Jogja, Trans Jogja

Bus kota tolak trayek baru Trans Jogja

Kamis, 16 Oktober 2008 10:56 WIB, Harian Jogja

DANUREJAN: Sedkitar 30 pemilik bus yang tergabung dalam Pusat Koperasi Karyawan (Puskopkar) dan Koperasi Serba Usaha `Ngandel` Kabupaten Sleman, yang bergerak di sektor angkutan umum Rabu(15/10), mengadu ke DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka memprotes rencana Trans Jogja memperluas trayek hingga Kaliurang dan Godean.

Para pengurus koperasi itu menilai jika rencana itu direalisasikan pasti akan mematikan angkutan umum non-Trans Jogja.

“Kami keberatan dengan rencana PT Jogja Tugu Trans yang akan mengoperasikan bus Trans Jogja di jalur yang selama ini telah kami gunakan, apalagi kondisi ekonomi saat ini semakin sulit,” kata Ngaliman, pemilik Bus Puskopkar

Ngaliman mengatakan, berdasarkan informasi yang dia dengar, Trans Jogja  akan memperluas jalur trayeknya. Dua jalur yang akan dibuka adalah Jogja-Kaliurang dan Jogja-Godean. Jika itu dilakukan, jelas pendapatan bus kota seperti Puskopkar akan merosot drastis.

Ditambahkan, dengan beroperasinya Trans Jogja selama ini saja sudah menjadikan mereka kesulitan. Banyak bus yang akhirnya memilih untuk dikandangkan karena jika beroperasi hanya akan membuang-buang biaya operasional akibat sepinya penumpang.

Menurut Ngaliman, dari sekitar 111 bus yang tergabung dalam Puskopkar, tinggal 80 bus saja yang masih beroperasi karena kondisi bus yang tidak memadahi. Kondisi ini akan semakin buruk jika Trans Jogja jadi menambah trayeknya.

“Kami pada awalnya mengoperasikan 111 bus untuk melayani trayek tersebut, tetapi sekarang yang beroperasi tinggal 80 bus, akibatnya pendapatan dari tiket Rp2.500 per penumpang umum dan Rp1.500 untuk pelajar terus menurun,” katanya.

Sutrisno, salah satu pemilik bus yang lain mengatakan pemerintah pemerintah daerah mempertimbangkan masalah ini, dan diharapkan memberi subsidi kepada koperasi agar tetap mampu mengoperasikan angkutan umum.

“Selama ini subsidi diberikan kepada manajemen bus Trans Jogja, karena itu kami juga meminta pemerintah daerah memberi subsidi yang sama,” katanya.

Belum berencana
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Provinsi DIY, Sigit Haryanto menegaskan belum berencana untuk menambah jalur Trans Jogja ke kawasan Godean, Gamping dan Kaliurang. “Belum ada rencana, kami baru optimalkan yang ada,”ujarnya kemarin. Pengoptimalan itu meliputi penambahan halte dan peningkatan pelayanan.

Rencana pengembangan baru akan dilakukan setelah ada pembicaraan dari berbagai pihak seperti masyarakat, akademisi, Pemprov, dan PT JTT. Pengembangan bus trans Jogja ke sejumlah wilayah membutuhkan kajian akademik dengan sejumlah keinginan dari masyarakat. “Dalam waktu dekat kami mesti evaluasi layanan bus trans,”terangnya.

Ketua Komisi C DPRD DIY Sukamto yang menerima pengurus koperasi tersebut mengatakan akan memfasilitasi pertemuan antara Puskopkar dan Koperasi Serba Usaha “Ngandel” dengan PT Jogja Tugu Trans serta dinas terkait untuk membahas masalah trayek tersebut.

“Mengenai subsidi akan disampaikan kepada pemerintah daerah, apakah bisa memberikan subsidi yang sama kepada mereka seperti yang diberikan kepada bus Trans Jogja,” katanya

Oleh Shinta Maharani

Sumber : Harian Jogja

2 Comments

Filed under Public Transportation, Trans Jogja, Transport News

Pendapatan Trans Jogja Turun

Kamis, 25 September 2008 11:48

JOGJA: Selama bulan Puasa, pendapatan bus Trans-Jogja mengalami penurunan karena masyarakat membatasi aktivitasnya sehar-hari. Pada bulan Agustus, rata-rata penumpang Trans-Jogja mencapai 13.881 orang per hari. “Sampai tanggal 15 September kemarin, rata-rata penumpang turun menjadi 12.248 orang setiap harinya,” ujar Sigit Haryanto, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) DIY.

Ia memperkirakan penurunan penumpang pada bulan puasa tersebut dipengaruhi oleh pembatasan mereka dalam beraktivitas ketika tengah berpuasa. Akibatnya, penggunaan sarana transportasi Trans-Jogja menjadi turun.
Berdasarkan data Dishub DIY, pendapatan dari penjualan tiket Trans-Jogja sebesar Rp41,6 juta per hari. Namun akibat penurunan jumlah penumpang di bulan puasa, hingga tanggal 15 September, pendapatan dari penjualan tiket Trans-Jogja juga turun menjadi Rp36,7 juta per hari.
Pendapatan komulatif dari penjualan tiket sejak beroperasionalnya Trans-Jogja pada bulan Februari lalu hingga 15 September mencapai Rp7 miliar. Sedangkan total penumpang pada periode yang sama adalah sebanyak 2.420.030 orang.

Operasional diubah

Sigit mengatakan, menjelang Lebaran, jam operasional Trans-Jogja pada 28 – 30 September dan 2 – 4 Oktober 2008 diubah menjadi pukul 05.30 – 22.00 WIB. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mengganti jam operasional pada tanggal 1 Oktober, di mana jam operasional mulai pukul 09.00 – 22.00 WIB.

Perubahan jam operasional pada hari Lebaran tersebut, katanya, bertujuan untuk memberikan toleransi bagi karyawan Trans-Jogja agar dapat melakukan ibadah di hari Lebaran.

“Pada tanggal 1 Oktober, jam operasional digeser menjadi mulai pukul 09.00 untuk memberikan kesempatan karyawan untuk shalat Ied dan bersilahturahmi dengan keluarga. Setelah itu mereka bekerja kembali,” jelasnya saat ditemui Harian Jogja, Selasa.

Ia menilai, perubahan jam operasional itu akan menjadi cukup efektif karena pemberlakuannya sesuai dengan intensitas kebutuhan transportasi masyarakat. Ia memprediksikan akan terjadi lonjakan penumpang H-7 dan H+7.

“Pada H-7, biasanya masyarakat akan memerlukan sarana transportasi untuk berbelanja Lebaran, sedangkan pada H+7, masyarakat akan melakukan kegiatan rekreasi,” jelasnya.

Oleh Nadia Maharani

Sumber : Harian Jogja

Leave a comment

Filed under Public Transportation, Trans Jogja

Lagu TransJogja

Akhirnya kesampaian juga laguku diaransemen dan direkam dengan begitu hebatnya

“TransJogja”

Kembali ke masa lalu yang terasa
kala pertama pandang sudut kotaku nan sejuk di dalam dada
Ku bertanya bilakah ini
akan terjadi di masa kini
kenyamanan rasa bersama

Reff.
Trans jogja menawarkan hati
beralun lagu dan simfoni
hadir membawa sejuta warna
meronakan lembayung kota

Bilakah kau hadir selalu
Temaniku di relung waktu
Senja di sini di jogja ini
meredup tanpamu di sisi

Trans-jogja….

composed by Rizki Beo

vocal : Uci

Arr by: Andika Prabhangkara

9 Comments

Filed under Trans Jogja

Alkisah…Trans-Jogja

(Tulisan ini saya sadur dari tulisan Bapak Suharman melalui milist Bus Trans-Jogja)

Alkisah…. saya tiba dari CKG dengan Garuda jam 15.55 WIA (Waktu Indonesia bagian Adisucipto), terus saya turun dan keluar dari area bandara menuju ke luar. Ketemu Mantan Komisioner HAM, pak Hasto lalu terjadi Dialog Utara Selatan (maksude itu ngobrol ngalor ngidul, dari soal Komnas HAM sampai soal Timor Leste. Munir tentu saja jadi bahan serius). Nah usai basa basi…

Saya menuju ke lorong terowongan baru milik Bandara yang menghubungkan area parkir. Wah ya namanya lagi dalam proses, itu lho debu sama kebulnya kendaraan berpadu serasi menyambut kedatangan kita para pengguna moda angkutan udara. Kenalan saya, ilmuwan jerman yang lagi riset tentang Jawa pra Kemerdekaan komentar “wah begini ya kalau Yogya musim kemarau!” Saya cepet menjawab ” ya ya ya begini mam”, Itu cuma mau nutupi betapa kita tidak bisa memanage pengelolaan pembangunan area dengan ditutupi seng apa gimana gitu loch.

Naik ke halte TJogja (Trans-Jogja,ed) saya sempat mikir, apa yang dikemukakan pak Mun (Prof. Dr-ing. Ir. Ahmad Munawar, M.Sc, dosen Teknik Sipil UGM, ed) beberapa waktu lalu ada benarnya. Sekarang makin banyak yang naik Tjogja. Teman Jerman saya bilang, bus ini lebih “sopan” dari bus kota lain di Yogya. Dia pilih bersepeda jika disuruh milih mana, naik bus kota non Tjogja apa bersepeda.Wah agak seneng saya mendengar kata dia, tapi sedih juga lho, ternyata perilaku bus kota non Tjogja kita dimata teman luar negeri kok begitu ya.

“Bus bapak 3B pak, bapak mohon menunggu, Bus sebelumnya, Dua menit baru saja lewat Pak”, kata pramuladi Halte menjawab pertanyaan saya dengan sopan. Paduan jilbab dengan seragamnya sangat pas, wah kalo semua modelnya gini, enak dilihat, nyaman dalam pelayanan dan mak nyussss. Dia menjelaskan rute mana yang mau saya pakai, kalau saya mau ke RS Wirosaban (harap tahu saja, saya tetap tinggal di Ndeso Mbantul, cuma naruh mobil di Wirosaban tempat famili. Ini gara-gara Pak Mun tidak ikuti saran pak SAM (Dr. Samudra Wibawa, dosen Fisipol UGM, ed)untuk bangun halte di depan rumah saya yang dilalui TJogja langsung ke Fisipol).

Bus lain datang dan pergi. Saya bisa mengamati bagaimana teman teman di halte memberikan pelayanan yang sangat baik. Senyuman dan penjelasan yang jelas semua indah dan baik. Cuma itu lho, mungkin karena halte non AC mas-mas yang jaga itu ada yang keringatan, nah pas nggandhul di pintu gitu, keringat di keteknya itu lho yang perlu di pikirkan solusinya (saya mohon pak Giyanto (dosen Psikologi UGM, ed) menyumbang saran agar dampak psikologisnya tidak ke penumpang).

Bus saya akhirnya datang juga. Ada enam penumpang yang telah ada dalam bus, satu cewek dan lima laki-laki. Empat penumpang laki-laki yang duduk di belakang anak muda yang bergaya sok nguthani, tapi ya tetep ketok ndesonya gitu. Nah yang cewek ini yang perlu perhatran, kebetulan roknya agak tinggi (mungkin rok waktu SLTP dipakai apa ya). Nah pas duduk itu kebingungan dia, apalagi di depannya ada orang alim seperti aku ini, Yang salah yang mana, desain kursinya apa roknya yang terlalu tinggi. Ini tugas mas SAM untuk mikirkan kinerja penjahit kita he he he . Tetapi tugas pak Giyanto juga untuk menaksir dampak psikologisnya.

Setiap mendekati halte, pramuladi dalam bus selalu menyampaikan penjelasan yang gamblang, cuma karena lelah atau apa suaranya agak kurang keras, ditimpa suara mesin-mesnin jalanan jadi kurang gimana gitu. Apa ya perlu sounsystem mini dalam bus ya pak Mun?. :Sebentar lagi kita akan sampai di Halte Njanti, Para penumpang yang akan melanjutkan ke jalur …. Mohon dipersiapkan jangan sampai ada bawaan yang tertinggal.” Kata-katanya baku banget, nuansa Yogyanya tidak “ketok” mbok ya di tambah kata-kata, “Monggo yang mau ….. Sugeng tindak…. dll).

Jam 16.40-an kira kira ….

Sampai di Terminal Giwangan bus masuk, menuju halte sebelah timur itu. Nah, setelah prosedur tetap dilakukan… penumpang turun, ada empat penumpang yang masih dalam bus, termasuk Kanjeng Sultan Mbantul Hadiningrat.. Tiba-tiba bus tidak melaju ke depan, tetapi malah mundur beberapa meter.keluar dari area halte, pintu ditutup kembali, kemudian sopirnya bilang “maaf kita mau istirahat sebentar”. Saya tanya “mau kemana mas?”, “Makan dulu pak, belum makan nich”. Lalu keluar dari bus membawa ransum makan nya dan gelas akua, duduk di lantai gedung belakang halte itu. Makan ngethamul euuuunnnnaaakkk tenannnnn. Mbaknya pergi entah kemana, saya tidak lihat glibetnya…

Saya berempat ibarat dalam akuarium, tidak bisa keluar karena bus ditutup dan tidak berhenti pas di halte. Semua gelisah, saya pingin pipis tapi tidak bisa keluar penumpang lain juga mangkel karena keburu juga. Padahal saya juga belum ashar lho, jadi saya ya sempat mangkel, urusan gusti Allah saya belum tertunaikan, tetapi ini karena ada mahluk Alloh yang lapar. Ya Alloh maha pengampun gitu aja lah.

Di halte…..

Bus lain yang mau masuk ditutupi moncongnya bus saya… Semua yang mau ke halte maju dulu baru mundur diabadi pramuladi laki-laki halte itu. “Terus-terus, mundur kanan kanan ,stop!” Jadi kesimpulannya, bus yang berhenti ini menghalangi bus lain yang mau masuk halte. Nah ini tugas pak Rizki.

Sekitaran 10 menit kami dalam akuarium Bus Tjogja itu.. Ada hikmah luar biasa yang saya peroleh. Langsung saya SMS Pak Mun pak, ini manusiawi lho. Kita perlu cari mekanisme seperti apa agar semua bisa baik.

Tepat jam 17.36 saya turun di Halte Nitikan Wirosaban. Ada banyak cerita lain yang bakal saya sampaikan. Yang jelas turun dari Bus TJogja aku ditampani becak, dan tukang becak itu tahu, “saya tunggu sini saja dapat penumpang kok pak” kata tukang becak itu. Alhamdulillah ini yang kita pentingkan ya Pak Mun.

Sampun ngaten rumiyin.

Salam dari Pedesaan

Suharman.

1 Comment

Filed under Trans Jogja

TransJogja, Segmentasi dan Global Warming

Posting saya ini sekaligus untuk menjawab pertanyaan #chana tentang 2 hal : apakah keuntungan masyarakat menengah – bawah dari eksistensi TransJogja, serta hubungan TransJogja dan pemanasan global. Ini merupakan kajian yang cukup menarik.

1. TransJogja dan Segmentasi.

Sebenarnya Bus TransJogja hanyalah salah satu cara dalam memperbaiki kinerja angkutan umum yang selama ini berbasis setoran menjadi berbasis Buy the Service (baca juga posting saya tentang Buy the Service). Perbaikan kinerja ini dimaksudkan pula untuk perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Lalu kenapa harus dengan pelayanan yang berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada bus perkotaan yang biasa? Kenapa harus dengan pendingin udara? Kenapa harus tersegmentasi? Lalu bagaimana dengan masyarakat menengah ke bawah yang ‘kantong’nya tidak dapat menjangkau Bus TransJogja?

Program TransJogja memang sengaja dibuat pada segmen/kelas di atas bus ekonomi biasa, karena : pertama, TransJogja memang bertujuan untuk membuat segmen (baca konsumen) baru yang selama ini belum ‘mau’ menggunakan angkutan umum. Atau, TransJogja dibuat untuk membuat generasi baru yang sadar dan mau menggunakan angkutan umum. Contohnya adalah pelajar (yang belum terkooptasi oleh eksistensi sepeda motor). Kedua, segmentasi TransJogja dibuat berbeda karena pertimbangan konflik sosial, yakni supaya tidak mengganggu eksistensi bus perkotaan ekonomi yang ada, yang jumlahnya mencapai 591 unit. Apabila sistem Buy the Service ini diberlakukan langsung pada sebagian bus ekonomi (yang tentu saja jumlahnya ‘belum’ bisa seluruhnya karena keterbatasan APBD) maka bus ekonomi yang lain pasti akan merasa dianaktirikan.

Namun perlu diketahui pula bahwa sistem Buy the Service ini juga akan perlahan-lahan diberlakukan pada bus perkotaan kelas ekonomi dengan menjadikan mereka sebagai feeder Bus TransJogja. Ini tergantung pada keseriusan Pemerintah Provinsi DIY dalam menggarap angkutan publik berbasis pelayanan kepada masyarakat.

2. TransJogja dan Global Warming.

Isu yang sedang hangat sekarang ini adalah global warming. (Saya teringat salah satu film favorit saya, The Day After Tomorrow yang menceritakan efek global warming di masa depan. Sudah menonton filmnya?)

Isu-isu global warming sebenarnya juga sudah terpikirkan dalam kajian-kajian perencanaan TransJogja. Oleh sebab itu pula kenapa skema TransJogja dibuat berbasis peremajaan atau penggantian armada dengan rasio 1 bus TransJogja menggantikan 2 bus lama. Artinya ada 108 bus perkotaan lama yang ‘digrounded’. Ini sudah merupakan salah satu cara mengurangi polusi udara.

Namun sesungguhnya ada pertanyaan yang cukup menggelitik mengenai polusi udara. Siapakah sebenarnya penyumbang polusi terbesar di jalan raya? Angkutan umumkah? Mobil pribadi? Sepeda motor?

Melihat data statistik kendaraan di Yogyakarta, hampir 90 persen angkutan yang berada di jalan ternyata didominasi oleh kendaraan pribadi (jumlah paling banyak adalah sepeda motor, diikuti mobil pribadi, mobil barang, dan terakhir adalah angkutan umum). Dan penyumbang polusi terbesar ternyata adalah kendaraan pribadi. Kenapa?

1. jumlah kuantitatif mereka yang cukup besar,

2. daya tampung penumpang rata-rata kendaraan pribadi ternyata hanya sepersekian persen dari angkutan umum. Lihat saja jumlah penumpang rata-rata mobil di Yogyakarta yang ‘hanya’ diisi oleh 2 – 3 orang. Artinya, 1 buah Bus TransJogja adalah sama dengan 20 mobil yang berjajar di jalan! Hitunglah energi yang mereka keluarkan? Sebandingkah? Besar manakah polusi yang dikeluarkan oleh 1 buah bus dengan 20 mobil dalam waktu yang bersamaan?

3. hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata kadar polutan (CO, Nox, Sox) kendaraan berbahan bakar solar lebih kecil daripada kendaraan berbahan bakar bensin (pada usia kendaraan yang sama), untuk seluruh aktivitas (baik idling/berhenti pada kondisi mesin menyala, running maupun accelerating). Kadar polutan kendaraan solar yang tinggi hanya ada pada Pb-nya.

4 Comments

Filed under Trans Jogja

Trans-Jogja Tidak Bisa Berdiri Sendiri

Beberapa komentar masuk dalam email saya. Mereka banyak menyoroti resistensi dalam operasionalisasi Trans-Jogja dilihat dari jumlah penumpang. Jumlah penumpang rata-rata (secara visual) mereka anggap tidak lebih dari 30 persen dari kapasitas seluruh tempat duduk. Ada juga yang berkomentar bahwa harapan Trans-Jogja sebagai salah satu senjata andalan mengurangi efek kongesti transportasi akan tinggal menjadi harapan. Betulkah?

Pertama, saya melihat dari sisi baiknya (bukankah kita selalu diperintahkan untuk ber’khusnudzon’?). Yaitu bahwa masyarakat setidaknya (ada yang) memiliki harapan terhadap transportasi publik. Ini adalah catatan tersendiri yang membuat kita akan selalu bersemangat dalam bekerja untuk menata transportasi yang lebih baik.

Kedua, saya tidak pernah meletakkan Trans-Jogja sebagai sebuah senjata andalan (one and only) yang dapat digunakan untuk meredam kemacetan (dll) lalulintas dalam waktu dekat. Artinya Trans-Jogja sebenarnya harus kita letakkan dulu pada proporsi yang merupakan sebuah pilihan. Masyarakat seharusnya memang dibuatkan sebuah pilihan alternatif sebelum melakukan upaya-upaya lain.

Upaya lain?

Ya, karena Trans-Jogja sebagai sebuah nomenklatur dari transportasi perkotaan di DIY tidak akan pernah menjadi satu-satunya cara untuk membuat jalanan menjadi nyaman. Trans-Jogja tidak bisa berdiri sendiri. Trans-Jogja harus didukung piranti lain yang membuat masyarakat beralih ke transportasi publik yang tujuan akhirnya adalah transportation for a better life. A sustainable transportation…

Piranti pendukung harus segera disiapkan, misalnya dengan skema-skema manajemen lalulintas. Contohnya road pricing (yang juga sedang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta), kenaikan tarif parkir di kawasan CBD, pembatasan kawasan lalulintas dengan cara pedestrianisasi dan khusus angkutan umum, pembuatan jalan-jalan searah (dengan skema “contra flow public tranport”), 3 in 1 (yang di Jakarta dianggap gagal), kenaikan pajak kendaraan pribadi, hingga skema-skema radikal seperti pembatasan usia kendaraan bermotor, pola penggantian plat nomor genap-ganjil, dan lain-lain.

Apabila skema-skema di atas diimplementasikan dan tidak ada pilihan lain yang dibuat oleh Pemerintah, maka yang terjadi adalah potensi adanya konflik sosial. So, Trans-Jogja pada awal operasinya memang selalu saya letakkan pada proporsi sebuah pilihan, sebelum kita melangkah pada step berikutnya.

Dalam ilmu transport modelling, ada istilah route choice. Kita diharuskan untuk memilih atau akan bersama-sama terjebak dalam kubangan kemacetan lalulintas.

Leave a comment

Filed under Trans Jogja